15 February 2024
Secara umum, Securities Crowdfunding (SCF) dan Equity Crowdfunding (ECF) merupakan skema pembiayaan bisnis dengan metode yang relatif sama, yaitu penggalangan dana dari masyarakat melalui penawaran efek atau surat berharga. Namun keduanya memiliki perbedaan yang secara khusus menjadi karakteristik masing-masing,
Pada SCF, jenis efek yang ditawarakan adalah saham dan obligasi atau sukuk untuk SCF Syariah. Berbeda dengan ECF, jenis efek yang ditawarkan hanya saham. Dari sisi target pendanaan, SCF cenderung lebih sesuai untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang memiliki proyek-proyek dengan kebutuhan nominal pendanaan yang cukup besar serta telah mapan dari segi keuangannya, sehingga SCF mengakomodir target pendanaan untuk penambahan modal kerja, eskpansi usaha dan pembiayaan proyek. Sedangkan ECF merupakan skema crowdfunding yang cenderung sebagai alternatif pendanaan awal bagi startup atau bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui penawaran efek saham, sehingga ECF hanya mengakomodir Penambahan modal kerja dan eskpansi usaha.
Pada awalnya, kegiatan fintech crowdfunding diatur dalam POJK No.37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF). Setelah OJK melakukan evaluasi, kegiatan ECF ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.
Sebagai gambaran, sampai dengan akhir Desember 2020, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara, baru mencapai 129 penerbit (perusahaan) dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp191,2 miliar. Jika dibandingkan dengan total jumlah UMKM yang ada di Indonesia, yang menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 telah mencapai 64 juta pelaku usaha, jumlah penerbit tersebut masih terbilang sangat sedikit.
Berkaca dari evaluasi yang telah dilakukan, khususnya terkait dukungan OJK terhadap UMKM, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020.
Perubahan ketentuan ini bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, namun sekarang juga meliputi badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu, POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek, dari sebelumnya hanya berupa saham, namun sekarang diperluas dengan memasukkan efek berupa obligasi dan sukuk.
Sukses dalam Islam tidak hanya ditentukan oleh pen...
Baca SelengkapnyaBoros atau pemborosan dalam mengelola keuangan mer...
Baca SelengkapnyaMenjadi seorang pengusaha tidak hanya sekadar menc...
Baca SelengkapnyaSalah satu sahabat Nabi Muhammad Shalallahu 'A...
Baca Selengkapnya