Pertanyaan
-
Apa itu Securities Crowdfunding Syariah?
Securities Crowdfunding (SCF) Syariah adalah skema pembiayaan bisnis atau proyek Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berbadan hukum PT dan CV melalui penawaran efek saham dan sukuk sebagai sarana penggalangan dana masyarakat yang sesuai dengan prinsip Syariah.
-
Apakah Urun-RI Sudah Terdaftar di OJK?
Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan izin usaha Penyelenggara Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi kepada PT Urun Bangun Negeri dengan Nomor Keputusan Izin Usaha KEP- 07/D.04/2023 pada tanggal 31 Januari 2023. Pemberian izin usaha tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Anggota Dewan Komisioner dimaksud.
Permohonan izin usaha PT Urun Bangun Negeri sebagai Penyelenggara Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi yang mengatur bahwa Penyelenggara yang akan melakukan Layanan Urun Dana wajib memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
-
Apa Perbedaan Securities Crowdfunding dan Equity Crowdfunding?
Secara umum, Securities Crowdfunding (SCF) dan Equity Crowdfunding (ECF) merupakan skema pembiayaan bisnis yang relatif sama, yaitu penggalangan dana ke masyarakat melalui penawaran efek. Namun di antara keduanya terdapat perbedaan yang secara khusus menjadi karakteristik masing-masing.
Jenis Efek Target Pendanaan Tujuan Pendanaan Securities Crowdfunding Saham dan obligasi (atau sukuk untuk SCF Syariah) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang memiliki proyek- proyek dengan kebutuhan pendanaan yang cukup besar serta telah mapan dari segi keuangannya Penambahan modal kerja, eskpansi usaha dan pembiayaan proyek Equity Crowdfunding Saham Startup atau bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Penambahan modal kerja dan eskpansi usaha Pada awalnya, kegiatan fintech crowdfunding diatur dalam POJK No.37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding/ECF. Setelah OJK melakukan evaluasi, kegiatan ECF tersebut ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.
Sebagai gambaran, sampai dengan akhir Desember 2020, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara, baru mencapai 129 penerbit (perusahaan) dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp191,2 miliar. Jika dibandingkan dengan total jumlah UMKM yang ada di Indonesia, yang menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 telah mencapai 64 juta pelaku usaha, jumlah penerbit tersebut masih terbilang sangat sedikit.
Berkaca dari evaluasi yang telah dilakukan, khususnya terkait dukungan OJK terhadap UMKM, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020.
Perubahan ketentuan ini bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, namun sekarang juga meliputi badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu, POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek, dari sebelumnya hanya berupa saham, namun sekarang diperluas dengan memasukkan efek berupa obligasi dan sukuk.
-
Apa yang Dimaksud Investasi Syariah?
Investasi Syariah adalah bentuk investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah seperti larangan riba (tambahan manfaat yang dipersyaratkan), gharar (ketidakjelasan) & zalim (ketidakadilan).
-
Apa Saja Contoh Investasi Syariah?
Seiring dengan gelombang kesadaran masyarakat muslim terhadap penerapan prinsip Syariah dalam transaksi keuangan, investasi menjadi salah satu poin yang cukup disoroti. Hal ini membuat lonjakan yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Syariah di Indonesia. Ragam pilihan instrumen investasi Syariah semakin marak dijumpai,
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Prinsip Syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham Syariah.
2. Sukuk
Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sukuk merupakan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
3. Reksadana Syariah
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
4. Emas
Emas merupakan instrumen investasi yang sejak lama telah menjadi primadona dan pilihan masyarakat. Selain karena nilainya yang cenderung stabil dari waktu ke waktu, emas bisa dijadikan sumber dana darurat karena tingkat likuiditasnya yang tinggi atau mudah dicairkan.
-
Bagaimana Sistem Investasi Syariah?
Berikut adalah beberapa prinsip utama dalam sistem investasi Syariah,
1. Larangan Riba(Tambahan Manfaat yang dipersyaratkan)
Investasi Syariah harus memenuhi prinsip Syariah yang melarang riba. Oleh karena itu, instrumen keuangan yang mengandung transaksi ribawi, seperti obligasi konvensional, dihindari.
2. Larangan Perjudian (Maysir), Spekulasi (Gharar) dan Ketidakadilan (Zalim)
Investasi Syariah menghindari bentuk perjudian dan spekulasi atau ketidakjelasan yang tinggi. Transaksi harus jelas dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
3. Larangan Investasi dalam Bisnis Haram
Investasi Syariah tidak boleh terlibat dalam bisnis yang haram dalam pandangan dan nilai-nilai Syariat Islam. Contohnya termasuk bisnis minuman keras, perjudian, dan produksi daging babi.
-
Apa Saja Bentuk Risiko Dalam Investasi Syariah?
Investasi Syariah memiliki beberapa bentuk risiko yang perlu diperhatikan oleh para investor. Meskipun prinsip-prinsip investasi Syariah didasarkan pada hukum Islam dan menghindari kegiatan yang diharamkan, namun risiko tetap ada. Berikut merupakan bentuk risiko dari beberapa instrumen investasi Syariah,
I. Saham Syariah
1. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi saat saham sulit dijual atau dibeli tanpa mempengaruhi harga pasar. Hal tersebut terjadi karena kurangnya minat dari investor atau keterbatasan likuiditas terhadap beberapa saham. Dampak dari risiko investasi saham satu ini adalah penurunan harga jual. Jika jumlah pembeli terbatas, hal tersebut memungkinkan investor menjual saham dengan harga lebih rendah dari yang diharapkan.
2. Risiko Forced Delisting
Risiko forced delisting adalah situasi dimana perusahaan dipaksa untuk menghapus sahamnya dari bursa. Terdapat beberapa penyebab dari risiko investasi saham forced delisting seperti kinerja keuangan yang buruk, keluar dari daftar efek syariah, laporan keuangan tidak akurat, dan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia.
3. Risiko Capital Loss
Risiko capital loss adalah kerugian yang bisa terjadi ketika nilai saham menurun dari harga beli. Risiko ini berhubungan dengan fluktuasi saham yang dipengaruhi beberapa faktor seperti kondisi pasar, kinerja perusahaan hingga berita ekonomi. Risiko investasi capital loss bisa berdampak pada kerugian finansial, nilai portofolio dan psikologis investor untuk mengambil keputusan investasi di masa depan.
4. Risiko Pasar (Systematic Risk)
Risiko pasar pada investasi saham merujuk pada fluktuasi harga saham yang disebabkan oleh perubahan kondisi pasar secara keseluruhan. Risiko ini mempengaruhi seluruh pasar saham karena faktor eksternal, dan tidak dapat dihindari. Risiko investasi saham ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi ekonomi yang fluktuatif, perubahan suku bunga, sentimen investor dan juga peristiwa politik. Mengatasi risiko pasar bisa investor lakukan dengan diversifikasi portofolio dan juga melakukan investasi jangka panjang.
5. Risiko Tidak Sistematis (Unsystematic Risk)
Risiko tidak sistematis dalam investasi saham adalah risiko yang bersifat spesifik bagi suatu perusahaan, dan hal tersebut tidak berkaitan dengan perubahan yang terjadi di
pasar saham secara keseluruhan. Risiko tidak sistematis dalam investasi saham bisa berupa kebangkrutan, likuiditas perusahaan. Risiko investasi saham ini merupakan risiko yang dapat dikelola dengan diversifikasi portofolio dan melakukan analisis yang cermat.
6. Risiko Inflasi
Risiko inflasi dalam investasi saham adalah potensi penurunan daya beli akibat dari kenaikan tingkat inflasi. Inflasi adalah fenomena harga barang dan jasa secara umum meningkat dalam waktu tertentu. Dampak risiko inflasi terhadap investasi saham antara lain penurunan nilai riil, pendapatan dividen, juga berpengaruh terhadap kinerja pasar saham.
7. Risiko Kebangkrutan
Risiko kebangkrutan dalam investasi saham adalah potensi perusahaan tidak dapat membayar hutang atau memenuhi kewajiban keuangannya. Risiko investasi saham ini dapat berdampak negatif pada nilai saham dan berpotensi menyebabkan kehilangan sebagian atau seluruh saham yang diinvestasikan. Risiko kebangkrutan bisa disebabkan kinerja perusahaan buruk, manajemen perusahaan yang tidak efisien, hutang berlebihan, atau persaingan industri.
II. Reksadana Syariah
1. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana Syariah tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya.
2. Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect.
3. Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar
ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
4. Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.